
ATMA JAYA MOOT COURT GUILD
In Law We Trust, In Justice We Fight!

Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala Frans Seda 2018 yang mengangkat isu utama Tindak Pidana Siber dan Telematika dengan benang merah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) ini, diawali pertama kalinya pada Tahun 2010 (diketuai oleh Dhanurdhara Grahapradhana), kemudian di Tahun 2012 (diketuai oleh Binstien A.D. Yuliana), yang ketiga kalinya di Tahun 2014 (diketuai oleh Bima Dwi Putra), dan yang keempat kalinya di tahun 2016 (diketuai oleh Eddy Montana). Kompetisi ini menggunakan sistem 1 (satu) berkas, yang terdiri dari 2 (dua) Tahap, yakni Presentasi Berkas Kompetisi di Kompetisi Tahap I (diwakili oleh 2 orang delegasi dari masing-masing Universitas), dan bagi Delegasi yang telah lolos ke tahap II, maka proses selanjutnya adalah persidangan peradilan semu.
Kompetisi Peradilan Semu ini pada awalnya merupakan sebuah gagasan dari Yayasan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, sebagai persembahan Ulang Tahun Emas ke-50 Frans Seda Award. Untuk mengenang spirit dan teladan Frans Seda yang merupakan Pendiri dari Yayasan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, akhirnya nama Beliau dipilih sebagai tajuk utama dalam Kompetisi ini.
Permasalahan mengenai Tindak Pidana Siber dan Telematika menjadi ciri khas dari perhelatan ini dikarenakan pada kurun waktu 2010, Kasus mengenai Prita Mulyasari dengan RS Omni International sedang menjadi polemik yang cukup rumit, ditambah permasalahan mengenai delik pidana siber dan telematika belum terlalu familiar bagi banyak orang. Dengan mengangkat isu mengenai Tindak Pidana Siber dan Telematika dalam sebuah Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional, adalah upaya Kami untuk memberikan edukasi serta kesadaran kepada masyarakat generasi muda, terutama dalam aspek hukum, untuk lebih moderat dan waspada atas penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang saat ini semakin marak di Indonesia. Kami selaku Penyelenggara, mengharapkan dengan dilaksanakannya Kompetisi ini, dapat menjadi alternatif dalam kajian hukum acara yang berfokus pada Tindak Pidana Siber dan Telematika.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, atau lazimnya disebut dengan TIK, saat ini sedang dalam fase tertinggi untuk penggunaannya sepanjang sejarah umat manusia. Perkembangan teknologi saat ini cenderung berbasis jaringan koneksi internet yang merambah tidak hanya pada media sosial atau laman web yang kerap diakses oleh masyarakat pada umumnya, namun juga komputasi awan (i-Cloud) untuk penyimpanan basis data, belanja dan pelayanan daring (dalam jaringan / online) untuk kebutuhan bisnis dan komersial, bahkan sampai dengan penggunaan perangkat alat komunikasi untuk penyadapan yang Kami angkat sebagai benang merah dalam Kasus Posisi di Kompetisi tahun 2014 ini.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang cenderung sporadis tak pelak memberikan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keburukan dari efek perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi itu sendiri, kemudian menjadi Silent Killer yang tidak dapat disadari oleh penggunanya, karena interaksi yang dilakukan berada dalam dunia maya atau virtual yang cenderung sulit untuk ditelusuri secara komprehensif. Di Indonesia saat ini sudah terdapat perangkat Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ; sejatinya dengan keberadaan perangkat Undang-Undang tersebut, dapat mengakomodir pelaksanaan dan pengawasan aktivitas Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia. Harapan Kami dengan diangkatnya permasalahan mengenai Tindak Pidana Siber dan Telematika yang disesuaikan relevansinya dengan perkembangan jaman, setidaknya mampu menjawab pertanyaan mengenai ruang lingkup perlindungan hukum yang mampu dijangkau dan diakomodir oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk info lebih lanjut, silakan klik tautan berikut: